Sabtu, 29 Oktober 2011

Bunuh Diri

Suatu subuh, aku baru bangun dari tidurku. Benda yang pertama kali aku pegang adalah handphoneku, karena tu henpon yang dah bikin aku terbangun. Aku dapet sms dari temenku dari fakultas teknik. "Adek angkatanmu ada yang bunuh diri ya?" seperti itu smsnya kira-kira. "eh?" aku tak langsung membalas, tapi mengumpulkan nyawaku dulu dan langsung ke belakang (tepatnya kamar mandi) untuk merenung sebentar (bilang aja mau menunaikan tugas suci :p ). "Hmmm, siapa yang bunuh diri? Kok ada ya anak psikologi yang gituan? Aku pikir aku mahasiswa paling stres dan tergalau di kampus. Ternyata masih ada yang lebih stres dan lebih galau dari aku? Huuh, aku tersaingi"
Abis sholat aku sms adek angkatanku yang lain, "Eh, temenmu ada yang suicide ya?" lamaaaa banget aku nunggu balesan ni sms, atau bisa saja dia yang ternyata bunuh diri. Aduh gimana nih? Masa anak cupu kaya dia bunuh diri cuman gara-gara gak dapet jatah makan hari ini? Kemungkinan lan aku mengira ni bocah lagi membuat pulau seperti biasanya. "Se ya Mas, aku ta buat pulau" Wuiiih, dah kaya dia mpe buat pulau segala, tapi gak mungkin gak mungkin. Pulau yang dia maksud adalah ilernya yang menetes sewaktu dia tidur dan membentuk pulau di bantalnya. Ini kemungkinan yang lebih baik. Baru setengah 7 pagi dia bales smsku, "Ga ada Mas?" Huuh? Syukurlah ternyata bukan dia yang bunuh diri.
Sore hari aku dapet tagan dari temenku di facebook, yang ternyata berisi tentang kabar berita itu. "Oh ini ternyata tho?" Setelah aku baca ternyata masalah keluarga, ada sesuatu dengan ibunya. Setelah itu aku baru memesej via FB  temenku yang sms pagi-pagi buta itu. "Ternyata bukan anak psikonya tapi pacarnya" "Iya, padahal pacarnya anak psikologi?" aku gak mau menjawab ini, haha
Beberapa hari kemudian aku bertemu dengan beberapa temen dari fakultas lain sedang mebicarakan hal tersebut. 
"Bukan, beneran aitu anak psikologi yang bunuh diri"
"Eh, bukan yo, tu pacarnya"
"Kata temenku anak psikologi"
"Bukan, coba tanya Faisal"
"Iya pacarnya"
baru pada diem. Beberapa hari ke depannya lagi, aku bercerita tentang adek kelasku yang pembuat pulau itu, namanya Zaldi. "Bukan Mas, yang dimaksud ibu itu pacarnya" "Ooooh" Haduh masalah cinta. Emang dari dulu cinta selalu membuat kerjutan. Aku kadang sering membayangkan aku mati klo lagi dapat masalah besar, terutaa yang satu itu. Tapi, matiku ingin lebih elit, ga pake bunuh diri-bunuh dirian. Matiku karena tertabrak mobil, jatuh dari pesawat, dibunuh, atau sakit sekarat. Ga pake acara gantung diri pake pohon cabe.
Kadang orang yang berharap mati ketika ditimpa banyak masalah, merasa ingin mendapatkan perhatian. Bahwa orang-orang akan menyesali perbuatannya jika dia mati. Semua orang ingin diperhatikan. Semua orang ingin dihargai eksistensinya sebagai manusia. Tapi, memilih untuk bunuh diri bukanlah cara yang elegan. Meskipun di beberapa kebudayaan bunuh diri merupakan sesuatu yang lebih terhormat. Baiklah itu masalah kebudayaan. Tetapi, jika kemudian sebagai rang yang mengakui beradaan Tuhan, sepertinya sangat konyol klo memilih bunuh diri.
Bagi orang yang berkeinginan untuk bunuh diri cobalah lakukan cara bunh diri yang lebih konyol, seperti gantung diri di pohon ketimun, ganti baygon dengan minyak goreng, yang mau terjun ke sungai gantilah dengan terjun ke selokan, yang mau ditabrak kereta api gantilah untuk ditabrak odong-odong. Sepertinya itu jauh lebih baik. 
Sekali lagi pikirkanlah lebih jauh mengenai hal ini. Apalagi klo hanya karena cinta sesama manusia. Asli ga elit banget. Aku pernah merasa galau karena masalah cinta kaya gitu, serasa dunia kaya hampa banget. Iya, emang rasanya pengen matiii aja. Beruntunglah aku diajak bertamasya ke Rumah Sakit Jiwa selama 17 hari. Di situlah ternyata aku belajar banyak mengenai makna cinta. Banyak pecinta-pecinta yang hidupnya berakhir menjadi pasien di RSJ itu. Masing-masing dari kita masih punya masa depan, tapi kadang masa depan itu kita bunuh sendiri melalui pikiran kita. Jangan hanya karena cinta pada lawan jenis yang terkadang belum tentu jadi pendamping hidup kita, kita malah membunuh masa depan kita.
Mengenai hal ini aku jadi teringat film yang belu aku tonton, berjudul Patch Adams. Orang yang sempet mengalami depresi kemudian masuk ke RSJ, dan sama belajar mengenai makna akan sesuatu di sana. Kemudian dia mengambil ilmu kedokteran yang berinovasi mengenai suatu pengbatan dengan tertawa. Yapz, pasti ada sesuatu, pasti ada hal lain di balik apa yang terjadi. Untuk mereka yang terlibat dalam bunuh diri seseorang, bersabarlah, belajar untuk memaafkan diri sendiri dan memohon yang terbaik dari Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar