Tong sampah, benda menakjubkan bagi beberapa temanku yang terindikasi kena waham ini. Orang yang memiliki waham ini akan menganggap bahwa tempat sampah merupakan tempat untuk melanglang buana ke mana pun kita inginkan. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai mesin waktu, sehingga kita bisa berpergian ke waktu yang manapun kita inginkan. (Klo kaya gitu, aku juga mau berkunjung ke zaman purba kala, mau bawa tyrex buat aku pelihara, mau aku ajarin lompat tali, ma nanam ubi, setiap hari aku bisa kuliah naik ni tyrex, klo ada yang ngalangin jalan bisa aku singkirin, klo ada yang protes aku suruh tu tyrex makan tu orang),Alat yang efisien, murah, meskipun kadang aku berpikir jika itu benar, berarti kita harus menahan bau sampai beberapa waktu yang ditentukan. Sampai di tempat tujuan mungkin kita sudah layak disebut manusia bau abad 20.
Misalnya ketika aku dan temanku Amin menjadi panitia dalam sebuah acara di balai kota Semarang yang menghadirkan beberapa pejabat pemerintahan. Acara yang berlangsung di lantai paling atas dari 8 lantai itu kalau tidak mau mati ketawa lewat tangga. Ya kita harus lewat lift jalan satu-satunya. Tapi, melihat jumlah undangan yang banyak, menurut temanku Amin, hal itu tidak memungkinkan. "Bagaimana kalau kita pake tempat sampah aja?" celetuk aku. "Boleh juga" kata si Amin. "Tapi, sayang tempat sampahnya kekecilan,kasihan nanti undangannya kesereten lewatnya"
Ya itu sekelumit kisah tentang waham tempat sampah yang dialami oleh temanku, yang kemudian ternyata menular juga ke aku.
Tong sampah, profesi psikologi memang tidak jauh dari hal ini. Meskipun jangan diartikan bahwa lulusan psikologi berarti menjadi kuli angkut sampah.
Aduh, gak kebayang dech, ilmu psikologi itu meelajari tentang sampah
Intinya, jurusan psiklogi bukan ilmu tentang persampahan dala arti sebenarnya. Melainkan dalam artian lain. Para psikolog sering menjadi tempat curhat dari para kliennya untuk menyampaikan sebuah permasalahan, baik itu suaminya yang berselingkuh, istrinya yang selingkuh, anaknya selingkuh, neneknya selingkuh, kakeknya selingkuh, hingga kucingnya pun selingkuh, selingkuh itu hanya contoh salah satunya. Klo remaja biasanya berkisar pada persoalan cinta monyet. Asli bener-bener tu remaja dah gak waras, masa cinta ma monyet? Manusia aja masih banyak?
Semua permasalaan itu yang terkadang disebut sebagai sampah, dan yang mendengarkannya adalah tong sampah, alias psikolognya adalah tempat sampah. Kadang ngenes banget ngeliat kaya beginian. Profesi psikolog disamain dengan tempat sampah. Kenapa gak disamain dengan toilet kek, kakus kek, jamban kek, gak elit banget. Ya intinya sich sekali lagi profesi sebagai orang psikologi itu bukan profesi yang berkaitan dengan persampahan atau bisa disamakan dengan tempat sampah.
Gak bisalah tempat sampah bisa ngasih sesuatu yang lain klo misalnya kita buang sampah ke situ. Gak bisa kan? Misalnya kita buang es krim ke tong sampah, kemudian dari tu tong sampah keluar es krim baru. Sedangkan profesi psikologi kita bisa memproduksi hal baru dalam bentuk psikoterapi misalnya, konseling, atau apapun. Hayyo lebih elit mana?
Hal ini berlaku juga buat orang lain yang merasa menjadi tempat curhatan dari seseorang, meskipun dia bukan orang psikologi. Jangan mau dikatakan sebagai tempat sampah, sekal lagi JANGAN MAU. Hina banget klo kita disebut sebagai tempat sampah.
Ya beberapa kasus ada yang menganggap tempat sampah beneran sebagai tempat curhat beneran.
Klo tu tong sampah bisa ngomong, mungkin dia akan berkata, "GEROBAG SAMPAH? TU SUAMI GUE TAU, KURANG AJAR TU, TERNYATA DIA SELINGKUH??"
Ya bagi Anda yang asih menganggap bahwa tempat sampah itu sama seperti profesi psikologi, segeralah bertaubat, mandi kembang 8 rupa (udah gak jaman mandi kemang 7 rupa) ma guling-guling sambil kayang (nah lho, pikirin ndiri tu gimana caranya).
Entah, ke depan, akan ada hal inovatif apa lagi yang terjadi dengan tempat sampah?? setelah temanku menganggapnya sebagai alat untuk berpindah tempat dan mesin waktu. Sedangkan aku mengusulkan tong sampah juga bisa jadi tempat curhat. Mungkin ke depan tempat sampah bisa dinikahi, bisa untuk melihat masa depan, dan lain sebagainya... Silakan berinovasi
Misalnya ketika aku dan temanku Amin menjadi panitia dalam sebuah acara di balai kota Semarang yang menghadirkan beberapa pejabat pemerintahan. Acara yang berlangsung di lantai paling atas dari 8 lantai itu kalau tidak mau mati ketawa lewat tangga. Ya kita harus lewat lift jalan satu-satunya. Tapi, melihat jumlah undangan yang banyak, menurut temanku Amin, hal itu tidak memungkinkan. "Bagaimana kalau kita pake tempat sampah aja?" celetuk aku. "Boleh juga" kata si Amin. "Tapi, sayang tempat sampahnya kekecilan,kasihan nanti undangannya kesereten lewatnya"
Ya itu sekelumit kisah tentang waham tempat sampah yang dialami oleh temanku, yang kemudian ternyata menular juga ke aku.
Tong sampah, profesi psikologi memang tidak jauh dari hal ini. Meskipun jangan diartikan bahwa lulusan psikologi berarti menjadi kuli angkut sampah.
Bocah : Mak, mak tu lulusan psikologi ya?
Emak : Psikologi tu nama makanan apa Tong?
Bocah : Berarti emak pernah kuliah dong Mak? Kok hidup kita masih miskin mak?
Emak : Aduh Tong, Emak bener-bener gak ngerti yang Otong omongin?
Aduh, gak kebayang dech, ilmu psikologi itu meelajari tentang sampah
Dosen : Anak-anak, jadi menurut Freud, seorang tokoh psikologi, mengatakan bahwa sampah adalah suatu rangkaian kata yang diawali oleh huruf s dan diakhiri dengan huruf h, mengerti?
Mahasiswa : Mengerti pak
Dosen : Baik, besok tolong bawakan contoh-contoh dari sampah masyarakat yang ada d sekitar kita.
Mahasiswa A : Bapak saya boleh?
Dosen : Kenapa bapakmu?
Mahasiswa A : Bapak saya tukang mabok
Dosen : Ya terserahlah
Intinya, jurusan psiklogi bukan ilmu tentang persampahan dala arti sebenarnya. Melainkan dalam artian lain. Para psikolog sering menjadi tempat curhat dari para kliennya untuk menyampaikan sebuah permasalahan, baik itu suaminya yang berselingkuh, istrinya yang selingkuh, anaknya selingkuh, neneknya selingkuh, kakeknya selingkuh, hingga kucingnya pun selingkuh, selingkuh itu hanya contoh salah satunya. Klo remaja biasanya berkisar pada persoalan cinta monyet. Asli bener-bener tu remaja dah gak waras, masa cinta ma monyet? Manusia aja masih banyak?
Semua permasalaan itu yang terkadang disebut sebagai sampah, dan yang mendengarkannya adalah tong sampah, alias psikolognya adalah tempat sampah. Kadang ngenes banget ngeliat kaya beginian. Profesi psikolog disamain dengan tempat sampah. Kenapa gak disamain dengan toilet kek, kakus kek, jamban kek, gak elit banget. Ya intinya sich sekali lagi profesi sebagai orang psikologi itu bukan profesi yang berkaitan dengan persampahan atau bisa disamakan dengan tempat sampah.
Gak bisalah tempat sampah bisa ngasih sesuatu yang lain klo misalnya kita buang sampah ke situ. Gak bisa kan? Misalnya kita buang es krim ke tong sampah, kemudian dari tu tong sampah keluar es krim baru. Sedangkan profesi psikologi kita bisa memproduksi hal baru dalam bentuk psikoterapi misalnya, konseling, atau apapun. Hayyo lebih elit mana?
Hal ini berlaku juga buat orang lain yang merasa menjadi tempat curhatan dari seseorang, meskipun dia bukan orang psikologi. Jangan mau dikatakan sebagai tempat sampah, sekal lagi JANGAN MAU. Hina banget klo kita disebut sebagai tempat sampah.
Ya beberapa kasus ada yang menganggap tempat sampah beneran sebagai tempat curhat beneran.
Orang stres : Gini Tong, saya marahan ma istri saya. Saya memergoki istri saya sedang selingkuh dengan gerobag sampah. Rasanya hati ini hancur, hancur, hancur berkeping-keping
Tong Sampah : ...............
Orang Stres : Apakah saya sudah tidak ganteng lagi? Apakah saya sudah tidak layak lagi jadi suami?
Tong Sampah : ...............
Orang Stres : Kejadiannya gini, waktu itu saya pulang kantor dan melihat istri saya sedang mengendap-endap di belakag rumah, saya pergokin ternyata dia sedang membuang sampah ke tu gerobag. Kejadiannya gak satu kali, tapi berkali-kali bahkan tiap hari Tong, tolong beri saya solusi... hikz hikz
Tong Sampah : ......................
Klo tu tong sampah bisa ngomong, mungkin dia akan berkata, "GEROBAG SAMPAH? TU SUAMI GUE TAU, KURANG AJAR TU, TERNYATA DIA SELINGKUH??"
Ya bagi Anda yang asih menganggap bahwa tempat sampah itu sama seperti profesi psikologi, segeralah bertaubat, mandi kembang 8 rupa (udah gak jaman mandi kemang 7 rupa) ma guling-guling sambil kayang (nah lho, pikirin ndiri tu gimana caranya).
Entah, ke depan, akan ada hal inovatif apa lagi yang terjadi dengan tempat sampah?? setelah temanku menganggapnya sebagai alat untuk berpindah tempat dan mesin waktu. Sedangkan aku mengusulkan tong sampah juga bisa jadi tempat curhat. Mungkin ke depan tempat sampah bisa dinikahi, bisa untuk melihat masa depan, dan lain sebagainya... Silakan berinovasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar